Pesawat Avia star membawa
kami menuju pulau Flores yang kami sebut dengan “emprit air” karena ukuran
pesawatnya yang kecil. Terlihat dari atas pesawat pulau-pulau kecil dengan
padang savananya yang luas membentang, rumah-rumah saling berjauhan dengan atap
yang terbuat dari lembaran seng yang mengkilat, samar-samar saya melihat
dinding rumahnya masih terbuat dari lembaran kayu. Setibanya di bandara Ende
Nusa Tenggra Timur, kesan pertama yang saya dapatkan adalah rasa panas yang
begitu membakar kulit, untung saja saya sudah pakai sunblock. Saya disambut oleh belasan orang berbadan besar dengan
kulit berwarna coklat matang dan berambut keriting, seram sekali kelihatannya,
apalagi sebagian orang punya tato di badannya. Saya berikan senyuman pertama
saya kepada orang-orang di bandara tadi, saya sedikit terkejut dengan balasan
senyuman mereka yang begitu ramah kepada kami. Rasa takut yang tadinya saya
rasakan sedikit menghilang.
Saya dan teman-teman yang berjumlah sekitar 50 orang di ajak makan bersama di rumah makan Padang yang letaknya tidak jauh dari bandara. Kami diajak oleh orang-orang dari Dinas PPO (Pendidikan Pemuda dan Olahraga), baru setelah itu kami dibawa menuju kantor Dinas PPO yang terletak di pusat kota menggunakan mobil sewaan yang sering mereka sebut dengan mobil travel. Bayangan saya tentang kota Ende selama ini seketika hilang begitu saja, bagaimana tidak? Kota kecil yang saya bayangkan begitu terpencil dan tertinggal ternyata sama sekali tidak seperti yang saya bayangkan. Kota ende yang saya lihat memang tidak seramai kota-kota di jawa, tapi untuk ukuran pulau kecil menurut saya kota ini cukup ramai dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup lengkap.